Minggu, 11 Desember 2016

ANALISIS KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI

Kelompok 4 :
  • Andini Predita Sari (20213898)
  • Budi Setianto (21213808)
  • Ester Valentin (22213984)
  • Iin Indah Sari (24213226)
  • Lukhlu Rafika (25213052)
  • Puput Rahayu (26213951)
  • Saulina Bernadet (28213319)
  • Tiara Eka Wahyu Pratiwi (28213890) 

KASUS “RADEN MOTOR DAN BRI CABANG JAMBI”

Selasa, 18 Mei 2010, KOMPAS
           Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja hijau (Pengadilan).
Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad ) dan beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.
Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.
Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.
Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Effendi Syam, yang saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.
Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi, Effendi Siam dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Effendi Syam diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.
Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan publik yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ).
Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada wartawan.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.
Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.
"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan dilelang. (Djohan).

Pembahasan

            Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus yang dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi.
            Etika Profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar batas-batas tertentu yang dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas seperti melakukan tindakan yang menyimpang hukum. Semua profesi dituntut untuk berperilaku etis yaitu bertindak sesuai dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Oleh karena itu, setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Kelompok – kelompok profesional, seperti akuntan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran cukup besar dalam dunia bisnis, organisasi sosial maupun lembaga pemerintahan. Karena seorang akuntan dapat berkarir sebagai auditor pemerintah, auditor internal, akuntan sektor publik, akuntan keuangan daerah, akuntan manajemen dan lain-lain.
            Akuntan memiliki kode etik perilaku yang disebut etika profesional. Kode etik tersebut berupaya untuk memastikan standar kompetensi yang tinggi diantara anggota – anggota kelompok, mengatur hubungan mereka, dan meningkatkan serta melindungi citra profesi dan kesejahteraan komunitas profesi. (Simamora, 2002: 44).
            Adanya kode etik kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah etika bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu profesi itu di mata masyarakat (Yatimin, 2006: 684). Kepercayaan dari masyarakat inilah yang menjadi alasan perlunya kode etik profesi. Berkembangnya profesi akuntan, telah mendapat banyak pengakuan dari berbagai kalangan seperti dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa akuntan. Meskipun demikian, masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap profesi akuntan. Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan. Di Indonesia, muncul issue yang berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Pelanggaran etika oleh akuntan publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut norma pemeriksaan akuntan atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
(Mulyadi, 2001: 53), Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
1)        Tanggung Jawab profesi
     Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

2)        Kepentingan Publik
 Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.

3)        Integritas
 Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4)        Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain

5)        Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
     Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

6)        Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7)        Perilaku Profesional
   Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8)        Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Analisis
            Akuntan Publik dapat dikatakan tidak bersalah, sepanjang sudah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan klien sesuai dengan standar minimal yang disyaratkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia melalui standar professional akuntan publik. Dalam kasus ini, Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Akuntan publik Biasa Sitepu berdasarkan hasil temuan melakukan kesalahan yaitu tidak memberikan informasi penting berkaitan dengan kondisi perusahaan, sehingga pihak BRI selalu pemakai laporan keuangan salah dalam melakukan analisis kredit.
Dalam prinsip-prinsip kode etik yang penulis telah jabarkan di pembahasan, Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu:

1)             Tanggung Jawab Profesi
     Pada permasalahan yang terjadi berkaitan dengan kasus kredit macet Bank BRI Cabang Jambi pada tahun 2010, Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung jawabnya secara professional hal ini dikarenakan akuntan publik tersebut tidak menjalankan tugas profesinya dengan baik yang berkaitan dalam hal pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada tahun 2009, sehingga dengan terjadinya kasus tersebut menimbulkan suatu dampak yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap akuntan publik menjadi hilang.

2)             Kepentingan Publik
Seorang akuntan hendaknya harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini, pihak akuntan publik Raden Motor  telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan mereka semata. Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik (raden motor) dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.

3)             Objektivitas    
Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual dengan melakukan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor.

4)             Perilaku Profesional
 Dalam kasus ini, Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan laporan keuangan palsu sehingga menyebabkan reputasi profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya. Pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan Raden Motor serta keterkaitan pihak intern BRI Cabang Jambi yang pada saat itu menjabat sebagai penilai pengajuan kredit telah berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan yang buruk. Bukan hanya itu saja, citra kinerja profesionalisme dari seorang akuntan publik juga dapat merusak reputasi mereka selaku akuntan serta dapat merugikan bagi pihak-pihak yang terkait dalam kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 

5)             Integritas
Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari akuntan publik itu.

6)             Standar Teknis
Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Independensi, integritas, dan obyektivitas
  2. Standar umum dan prinsip akuntansi
  3. Tanggung jawab kepada klien
  4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
  5. Tanggung jawab dan praktik lain







Referensi

·      Amrizal. 2014 . Analisis Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia.
            Jurnal Liquidit Vol.3 No.1, Januari – Juni 2014, hlm 36-43.



Minggu, 16 Oktober 2016

Review Jurnal Etika Profesi

Judul :
Pengaruh Pengalaman, Otonomi, dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Provinsi Bali)

Penelitian :
Desak Made Muliani, Edy Sujana dan I Gusti Ayu Purnamawati

Tahun :
2015

Tujuan :
Untuk mengetahui secara empiris pengaruh pengalaman, otonomi, dan etika profesi terhadap kinerja auditor.

Variabel yang Digunakan :
Pengalaman, otonomi, etika profesi , dan kenerja auditor.

Metode / Jenis Penelitian :
Penelitian ini dilaksanakan di pada 7 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di provinsi Bali.Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif.Variabel penelitian ini yaitu pengalaman, otonomi, dan etika profesi merupakan variabel bebas.Sedangkan, variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kinerja auditor.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah judgment sampling dua tahap.Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada 7 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di provinsi Bali. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik kuesioner.Kuesioner ini ditujukan kepada pihak Kantor Akuntan Publik (KAP) tempat responden bekerja yang dituangkan dalam daftar pertanyaan.Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 28 pertanyaan, yang berisi 4 kelompok pertanyaan yang berkriteria tertentu. Kelompok pertama berisi tentang pengalaman auditor dengan 3 item pertanyaan, kelompok kedua otonomi auditordengan 4 item pertanyaan, kelompok ketiga etika profesidengan 14 item pertanyaan, dan kelompok keempat kinerja auditordengan 7 item pertanyaan. Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner penelitian ini adalah skala ordinal atau skala likert. Setiap pernyataan disediakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kualitas data yang terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas.Uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas.Uji hipotesis menggunakanuji regresi regresi linier berganda.

Hasil Penelitian :
Kuesioner pengalaman auditor terdiri dari 3 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,915 s.d 0,960 dan indeks reliabilitas AlphaCronbach sebesar 0,924 dengan klasifikasi sangat tinggi. Kuesioner otonomi auditor terdiri dari 4 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,885 s.d 0,943 dan indeks reliabilitas AlphaCronbach sebesar 0,932 dengan klasifikasi sangat tinggi. Kuesioner etika profesi terdiri dari 14 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,516 s.d 0,860 dan indeks reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,933dengan klasifikasi sangat tinggi. Kuesioner kinerja auditor terdiri dari 7 butir dengan indeks validitas butir bergerak dari 0,536 s.d 0,889.
Hasil pengujian normalitas data menggunakan statistik Kolmogiorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai-nilai statistik yang diperoleh memiliki angka signifikansi lebih besar dari 0,05, 0,252 untuk variabel pengalaman kerja, 0,130 untuk variabel otonomi, 0,440 untuk variabel etika profesi dan 0,295 untuk variabel kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pengalaman, otonomi, dan etika profesi, dan kinerja auditor berdistribusi normal.
Hasil pengujian multikolinieritas mengunakan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF dari masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu 9,607 untuk variabel pengalaman kerja, 5,650 untuk variabel otonomi, dan 7,405 untuk variabel etika profesi. Nilai tolerancelebih besar dari 0,1, yaitu 0,151 untuk variabel pengalaman kerja, 0,164 untuk variabel otonomi, dan 0,157 untuk variabel etika profesi. Berdasarkan nilai VIF dan tolerance, korelasi di antara variabel bebas dapat dikatakan mempunyai korelasi yang lemah.Dengan demikian di antara variabel bebas tidak ada korelasi atau tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier.

Hasil pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser menunjukkan bahwa nilai signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05untuk pengalaman kerja sebesar 0,395 lebih besar dari 0,05, untuk otonomi sebesar 0,410 lebih besar dari 0,05, dan untuk etika profesi sebesar 0,341 yang ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan demikian, tidak ditemukannya masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Hasil uji koefesien determinasi dengan nilai Adjusted R Square yang diperoleh sebesar 0,973. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali mampu dijelaskan secara bersama-sama oleh perubahan variabel pengalaman kerja, variabel otonomi, dan variabel etika profesi sebesar 97,3%, sedangkan sisanya 2,7% dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini.

Hasil Regresi berganda antara variabel pengalaman kerja (X1), otonomi (X2), dan variabel etika profesi (X3) terhadap kinerja auditor (Y). diperoleh model persamaan regresi linier berganda yaitu:
Y= 0,456+ 0,478 X1+0,384X2 + 0,276 X3+ε Model   persamaan   regresi   linier berganda  di  atas  dapat  diinterpretasikan sebagai  berikut.  (1)  Konstanta  =  0,456, konstanta  menunjukkan  besarnya  nilai  Y apabila tidak ada pengaruh dari X1, X2, dan X3.   Artinya   apabila   pengaruh   variabel pengalaman kerja (X1), otonomi (X2), dan variabel etika profesi (X3) sama dengan nol (tidak memberikan pengaruh), maka kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali adalah sebesar   0,456.   (2)   Koefisien   regresi variabel  pengalaman  kerja  (X1)  =  0,478. Artinya jika X1 berubah satu satuan, maka Y akan   berubah   sebesar   0,478   dengan anggapan variabel X2, dan X3  tetap. Tanda positif    pada    nilai    koefisien    regresi melambangkan   hubungan   yang   searah antara   X1     dan   Y,   artinya   apabila pengalaman   kerja   semakin   meningkat, maka kinerja auditor pada KAP diProvinsi Bali  akan  mengalami  peningkatan.  (3) Koefisien  regresi  variabel  otonomi  (X2)  = 0,384. Artinya jika X3 berubah satu satuan, maka Y akan berubah sebesar 0,384 dengan anggapan variabel X2, dan X3 tetap. Tanda positif pada nilai koefisien regresi melambangkan hubungan yang searah antara X2 dan Y, artinya apabila otonomi auditor semakin meningkat, maka kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali akan mengalami peningkatan. (4) Koefisien regresi variabel etika profesi (X3) = 0,276. Artinya jika X3 berubah satu satuan, maka Y akan berubah sebesar 0,276 dengan anggapan variabel X1 dan X2 tetap. Tanda positif pada nilai koefisien regresi melambangkan hubungan yang searah antara X3 dan Y, artinya apabila etika profesi semakin meningkat, maka kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali akan mengalami peningkatan. Diambil keputusan sebagai berikut. H1: pengalaman auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel pengalaman kerja auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,012<0,05) sehingga H1 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,651, karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,651> 2,030) maka H1 diterima artinya pengalaman kerja auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. H2: otonomi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel otonomi auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,015<0,05) sehingga H2 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,573, karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,573> 2,030) maka H2 diterima artinya otonomi auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. H3: etika propesi berpengaruh terhadap kinerja auditor. diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel etika profesi auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,000<0,05) sehingga H4 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 4,110, karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (4,110> 2,032) maka H3 diterima artinya etika profesi auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pengalaman, otonomi, dan etika profesi terhadap kinerja auditor, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Secara parsial dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel pengalaman kerja auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,012<0,05) sehingga H1 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Dari tabel yang sama diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,651, karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,651> 2,030) maka H1 diterima artinya pengalaman kerja auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. Hal ini berarti semakin tinggi pengalaman kerja auditor maka semakin tinggi kinerja auditoor pada KAP di Provinsi Bali. (2) Secara parsial dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel otonomi auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,015<0,05) sehingga H2 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Dari tabel yang sama diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,331, karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (2,573> 2,030) maka H2 diterima artinya otonomi auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. Hal ini berarti semakin tinggi otonomi auditor maka semakin tinggi kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. (3) Secara parsial dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada uji t variabel etika profesi auditor lebih kecil daripada nilai signifikan yang ditetapkan (0,000<0,05) sehingga H3 diterima dengan tingkat signifikansi 0,05. Dari tabel yang sama diperoleh nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 4,110 karena nilai thitung lebih besar dari ttabel (4,110> 2,030) maka H3 diterima artinya etika profesi auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali. Hal ini berarti semakin tinggi etika profesi auditor maka semakin tinggi kinerja auditor pada KAP di Provinsi Bali.

Tanggapan :
Menurut saya, dalam melakukan pemeriksan pengalaman kerja dapat dianggap sebagai faktor penting dalam memprediksi dan menilai kinerja auditor. Auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak membuat kesalahan daripada auditor yang berpengalaman. Kesalahan dapat menurunkan kualitas kinerja auditor. Seorang auditor yang berpengalaman mampu menemukan hal penting dalam kasus khusus dan mengurangi informasi tidak relevan dalam pengambilan keputusannya. Pengalaman auditor dilihat dari pengalaman dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan maupun jenis-jenisperusahaan yang pernah ditangani. Etika secara umum sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya dapat berjalan secara teratur.Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku professional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Dengan demikian setiap auditor profesional wajib menaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas. Pemahaman akan etika profesi tentunya akan mengarahkan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas guna mencapai hasil yang lebih baik. Dalam melaksanakan pemeriksaan, seorang auditor harus menjunjung tinggi etika profesinya sebagai auditor agar tercipta transparasi dalam pengelolaan keuangan negara. Pemahaman etika ini akan mengarahkan sikap, tingkah laku dan perbuatan auditor dalam mencapai hasil yang lebih baik.

Referensi Jurnal :

Kamis, 29 September 2016

Etika Profesi


Menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) Etika profesi merupakan suatu sikap hidup berupa keadilan untuk dapat memberikan pelayanan yang professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban serta keahlian ialah sebagai pelayanan didalam rangka melaksanakan suatu tugas yang berupakan kewajiban terhadap masyarakat. 

Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.

Dalam perkataan sehari-hari kata etika dan etiket sering dicampur adukan. Etika adalah moral dan etiket adalah sopan santun,tata krama ,persamaan keduanya adalah mengenai perilaku manusia. Baik etika maupun etika mengatur perilaku manusia secara normatif ,artinya memberi norma manusia bagaimana seharusnya berbuat dan tidak berbuat.

Pada prinsipnya terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara keduaanya,terutama dalam kehidupan sehari hari. Hal itu sesuai pendapat Bartens yaitu :
Empat perbedaan moral dan etiket yaitu :
a)      Etika Etiket 
         Menetapkan norma perbuatan ,apakah perbuatan boleh atau tidak dilakukan, 
      Menetapkan cara-cara melakukan perbuatan,menunjukakn cara yang tepat,baik,benar dan sesuai dengan yang diharapkan.
b)      Berlaku tidak tergantung pada ada tidaknya orang lain,
         Hanya berlaku dalam pergaulan,jika tidak ada orang kain yang hadir maka etiket tidak berlaku
c)      Bersifat absolut dan tidak dapat ditawar-tawar 
         Bersifat relatif
d)      Memandang manusia dari segi dalam (bathiniah) 
         Memandang manusia dari segi luar (jasmaniah)

Etika secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu  :
Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori teori.

Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika Khusus dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

Fungsi etika tersendiri adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan, Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme dan Etika ingin menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.

Sanksi terhadap pelanggaran etika ada 2  yaitu, sanksi sosial adalah skala relative kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat “dimaafkan” dan sanksi hukum adalah skala besar, merugikan hak pihak lain.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika yaitu, Kebutuhan Individu (cara berpakaiaan yang tidak sopan,melanggar lalu lintas demi kebutuhan yang mendesak), Tidak Ada Pedoman (seseorang individu tidak mengetahui aturan yang berlaku di sekitarnya), Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi (kebiasaan buruk sering dibawa-bawa kedalam kehidupan sehari-hari),  Lingkungan Yang Tidak Etis (lingkungan yang tercemar), dan Perilaku Dari Komunitas (mengikuti gaya bertato dan tindik di telinga bagi laki-laki).

Contoh kasus pelanggaran etika

Bagir: Ada Pelanggaran Kode Etik

Rabu, 1 Desember 2010 | 15:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pers Bagir Manan menyatakan ada pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan profesi wartawan pada kasus penawaran perdana saham PT Krakatau Steel. Dewan Pers menegaskan hal itu setelah melakukan pemeriksaan silang dan klarifikasi terhadap pihak Harian Kompas, Metro TV, Harian Seputar Indonesia, Detikcom, konsultan initial public offering PT Krakatau Steel Henny Lestari, dan Mandiri Sekuritas.
"Ada usaha yang dilakukan wartawan untuk mendapat saham perdana PT Krakatau Steel dengan menggunakan profesi dan jaringannya sebagai wartawan. Tindakan tersebut menimbulkan konflik kepentingan karena sebagai wartawan yang meliput kegiatan di Bursa Efek Indonesia juga berusaha terlibat dalam proses jual-beli saham untuk kepentingan pribadi, hal mana bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik," kata Bagir pada jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (1/12/2010).
Dikatakan Bagir, Dewan Pers sejauh ini belum menemukan bukti-bukti kuat adanya praktik pemerasan yang dilakukan wartawan terkait dengan kasus pemberitaan IPO PT KS. Terkait wartawan Kompas, Dewan Pers, berdasarkan penyelidikan terhadap bukti-bukti yang ada, termasuk percakapan antara yang bersangkutan dengan humas IPO PT KS melalui Blackberry Messenger, serta verifikasi, memutuskan wartawan tersebut bersalah.
"Dewan Pers memutuskan wartawan Kompas telah dengan sengaja berusaha menggunakan kedudukan dan posisinya sebagai wartawan, jaringannya sebagai wartawan, untuk meminta diberi kesempatan membeli saham IPO PT Krakatau Steel," kata Bagir. "Dewan Pers belum mengetahui secara pasti apakah wartawanKompas ini pada akhirnya membeli saham IPO PT Krakatau Steel atau tidak, namun usaha-usaha yang dia lakukan untuk mendapatkan jatah membeli saham IPO PT Krakatau Steel sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak profesional dan melanggar Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 6 yang menyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap," kata Bagir.
Selanjutnya, Dewan Pers memberi kesempatan kepada manajemenKompas untuk menjatuhkan sanksi yang sepatutnya kepada yang bersangkutan. Sementara itu, terkait wartawan Metro TV, Dewan Pers belum dapat mengambil kesimpulan soal keterlibatannya. "Dibutuhkan bukti-bukti yang lebih kuat untuk mengambil kesimpulan, dengan tetap memegang asas praduga tak bersalah. Dewan Pers akan melanjutkan pemeriksaan, dan menghimbau Metro TV secara internal juga melakukan penyelidikan," katanya.
Terkait wartawan Harian Seputar Indonesia, redaksi yang bersangkutan telah mengirimkan surat kepada Dewan Pers yang menyatakan bahwa wartawannya yang diduga terlibat telah mengundurkan diri sejak 10 November 2010. Terakhir, terkait wartawan Detikcom, Dewan Pers telah mendapat informasi bahwa redaksi yang bersangkutan menemukan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik. "Yang bersangkutan secara jujur telah mengakui terlibat dalam proses pembelian saham IPO PT Krakatau Steel dan dengan sukarela mengundurkan diri dari Detikcom," katanya.
Bagir mengatakan, Dewan Pers menghargai profesionalitas dan niat baik para pemimpin redaksi media yang bersangkutan dalam proses penyelesaian kasus ini. "Dewan Pers menghimbau agar segenap pers Indonesia untuk menegakkan Kode Etik Jurnalistik dan profesionalisme media. Dewan Pers mendorong pers Indonesia untuk terus melalukan peliputan terhadap isu-isu yang menyangkut kepentingan publik, termasuk dalam konteks ini isu saham IPO PT Krakatau Steel dengan tetap berpegang teguh kepada Kode Etik Jurnalistik," katanya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Kompas, Rikard Bagun dan Redaktur Pelaksana Kompas Budiman Tanuredja, Rabu (1/12/2010) menyatakan bahwa Kompas menghargai keputusan Dewan Pers dan akan menindaklanjutinya. Berdasar keputusan tersebut, Kompas memberhentikan wartawan yang bersangkutan dari profesinya sebagai wartawan Kompas. "Dengan keputusan itu Kompas memberhentikan wartawan itu sebagai wartawan Kompas," ujar Budiman.

Kasus tersebut termasuk dalam jenis etika khusus yaitu etika individual. Sanksi terhadap pelanggaran etikanya termasuk sanksi hukum.

Referensi :