Kamis, 17 April 2014

Pengaruh Bisnis Retail




PENGARUH BISNIS RETAIL : KEBERADAAN MINIMARKET TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG KELONTONG DIKELURAHAN KLENDER KECAMATAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR


















Nama   : Andini Predita Sari
NPM   : 20213898
Kelas   : 1EB18











Daftar Isi

Cover ..............................................................................................................1
Daftar Isi .........................................................................................................2
Pendahuluan
            Latar Belakang ...................................................................................3
Pembahasan ....................................................................................................4
Kesimpulan .....................................................................................................9
Daftar Pustaka ................................................................................................10










































Pendahuluan

Latar Belakang

Perdagangan eceran (retail) merupakan perdagangan yang sangat strategis di Indonesia, karena mampu menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian. Jenis perdagangan retail terbagi dua, yakni retail tradisional yang secara langsung diwakili oleh warung kelontong yang berada di pasar tradisional maupun perumahan dan retail modern yang diwakili oleh supermarket dan minimarket seperti Indomart, Alfamart, Circle, Alfamidi,dan minimarket yang mengusung merek lokal/perseorangan. Penyebaran usaha minimarket ini sudah mencapai daerah-daerah pinggiran dengan dominasi pemain mapan, misalnya Indomart dan Alfamart. Jumlah minimarket yang semakin bertambah dari waktu ke waktu menyebabkan persaingan akan semakin ketat. Di satu jalan misalnya, dapat kita jumpai terdapat dua minimarket dengan jarak hanya beberapa meter bahkan tidak jarang saling berhadaphadapan. Sebagaimana yang kita ketahui dalam perdagangan manapun pasti kita akan menemukan persaingan di dalamnya, tidak terkecuali perdagangan retail, namun persaingan antara minimarket dengan pedagang kelontong ini cenderung tidak seimbang sehingga berpotensi menurunkan pendapatan bahkan mengancam keberlangsungan usaha warung kelontong karena para pedagang memiliki banyak keterbatasan dalam menjalankan usahanya.

Kotamadya Jakarta Timur merupakan sebuah kota administratif di Propinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 1.368.857 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010), hal ini diikuti dengan jumlah minimarketnya yang juga cukup banyak, berdasarkan data dari Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha Minimarket Kotamadya Jakarta Timur tahun 2009 tercatat jumlah minimarket yang berada di kawasan ini berjumlah 235 buah, dimana kecamatan yang paling banyak minimarketnya ialah di Kecamatan Duren Sawit yakni berjumlah 46 minimarket. Kelurahan dengan jumlah minimarket terbanyak juga berada di kecamatan ini yakni di Kelurahan Klender yang berjumlah 11 minimarket.

Kelurahan Klender terdapat 11 minimarket yang terdiri dari 5 minimarket Alfamart, 5 minimarket Indomart dan 1 minimarket milik perseorangan yang bernama Avita Mart. Wilayah terbanyak minimarketnya ialah pada RW 010 yang berjumlah 3 minimarket di jalan Dermaga Raya dan di jalan Kampung Sumur, pada RW 013 terdapat 2 minimarket yang berada di jalan Buaran II, sedangkan pada masingmasing RW 003,004, 006, 007, 014, dan RW 017 hanya terdapat 1 minimarket saja yang masing-masing berada di jalan Pahlawan Revolusi, jalan Bulak Raya, jalan Dermaga Raya, dan jalan Kampung Sumur; Kelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit Kotamadya Jakarta Timur.











Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik apakah terdapat pengaruh keberadaan minimarket terhadap pendapatan pedagang kelontong di Kelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur pada Bulan Mei – Bulan Juni 2011 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survei.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kelontong yang berada di RW 03, 04, 06, 07, 10, 13, 14 dan 17 yang berjumlah 86 pedagang (data lapangan, Mei 2011). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam bentuk kuisioner campuran sebagai pedoman dalam mewawancarai responden. Data yang terkumpul dari hasil wawancara pada tiaptiap responden diolah dan dianalisis menggunakan teknik perhitungan persentase dengan analisa deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan adanya penurunan pendapatan para pedagang kelontong setelah adanya minimarket. Tingkat pendapatan pedagang kelontong relatif lebih kecil setelah adanya minimarket, sedangkan sebelum adanya minimarket tingkat pendapatannya lebih tinggi.

Adapun penurunan pendapatan tersebut dapat diukur dari beberapa faktor yakni faktor pengalaman berusaha, modal usaha, pola kegiatan usaha, dan persaingan. Selengkapnya akan dibahas satu persatu sebagai berikut :

1. Pengalaman Berusaha

Pengalaman berusaha ialah lamanya seorang pedagang memulai usahanya. Berdasarkan data penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman berusaha tidak dapat menjamin kestabilan tingkat pendapatan yang diperoleh pedagang kelontong setalah adanya minimarket. Hal ini dapat diketahui dari turunnya pendapatan pada hampir semua responden penelitian, termasuk responden yang paling lama berjualan yakni selama 31 tahun. Namun, di lain pihak ternyata ada responden yang pendapatannya tetap/stabil walaupun baru memulai usahanya 3 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya seorang pedagang kelontong berjualan tidak menjamin keberhasilan usahanya di masa yang akan datang, terlebih jika pedagang tersebut tidak dapat bersaing di tengahtengah persaingan yang semakin ketat dengan adanya minimarket yang semakin banyak dan lokasinya yang cukup dekat dengan perumahan penduduk.

2. Modal

Modal dibagi menjadi dua yakni modal awal (capital goods ) dan modal kerja (capital working ). Modal awal merupakan modal yang dikeluarkan pada saat akan mendirikan usaha seperti pembelian peralatan dan perlengkapan yang dapat menunjang kegiatan usaha sedangkan modal kerja ialah modal yang dikeluarkan pada saat usaha warung sudah berjalan
seperti pembelian barang dagangan untuk dijual kembali ke konsumen. Untuk melihat pengaruh setelah adanya minimarket, maka hanya modal kerja yang dapat dijadikan tolak ukur, sebab modal awal hanya dikeluarkan sekali yakni pada saat pendirian usaha warung kelontong sedangkan modal kerja dikeluarkan setiap persediaan barang dagangan sudah habis.
Berdasarkan data penelitian, maka dapat diketahui bahwa sebelum adanya minimarket responden dapat mengumpulkan modal yang relatif besar dengan tingkat pendapatan yang juga relatif besar, namun setelah adanya minimarket modal yang dapat dikumpulkan menjadi berkurang dan akhirnya tingkat pendapatan pun ikut berkurang, hal ini menunjukan bahwa dengan hadirnya minimarket tersebut dapat mengganggu/mengurangi modal yang dimiliki oleh responden.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar modal yang dikeluarkan oleh pedagang kelontong untuk berbelanja maka akan semakin besar pula pendapatan yang diterima begitu pun sebaliknya semakin kecil jumlah modal yang dikeluarkan maka akan semakin kecil pula pendapatan yang diterima, artinya terdapat hubungan yang berbanding lurus antara modal dengan tingkat pendapatan yang diterima.

3. Pola Kegiatan Usaha

Pola kegiatan usaha terdiri dari 3 aspek yakni jarak antara warung dengan minimarket, penggunaan tenaga kerja, dan jam kerja/lamanya pedagang membuka warung. Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa jarak maksimum minimarket dengan warung kelontong responden berjarak 2 km sedangkan jarak minimumnya 3 meter (saling berhadapan) hal ini tentu akan membuat persaingan perebutan konsumen di antara keduanya semakin tinggi karena secara keseluruhan range (jarak yang dibutuhan seseorang untuk mendapatkan barang kebutuhan, dalam hal ini jarak dengan minimarket) tidak terlalu jauh sehingga akses konsumen untuk menuju ke minimarket pun relatif mudah dan bahkan masih memungkinkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki terlebih minimarket menawarkan keunggulan-keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh warung-warung kelontong sehingga membuat konsumen cenderung lebih tertarik untuk berbelanja ke minimarket.

Hasil analisis terhadap jarak antara minimarket dengan warung kelontong dengan tingkat pendapatan yang diterima oleh pedagang menunjukkan bahwa penurunan pendapatan yang terjadi tidak selalu berbanding lurus dengan jarak keduanya. Artinya, warung kelontong dengan jarak yang lebih dekat dengan minimarket tidak selalu mengalami persentase penurunan pendapatan yang lebih besar, sebaliknya warung kelontong dengan jarak yang lebih jauh dengan minimarket juga tidak selalu mengalami persentase penurunan pendapatan yang lebih kecil.

Setelah adanya minimarket 4 responden yang dulunya memiliki tenaga kerja lebih memilih untuk merumahkan tenaga kerja tersebut karena ketidakmampuan untuk membayar gaji seiring dengan menurunnya tingkat pendapatan. Hanya ada 5 responden tersisa yang masih tetap menggunakan jasa tenaga kerja. Kelima responden tersebut memiliki warung kelontong yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan warung kelontong lainnya, sehingga mereka membutuhkan tenaga kerja untuk membantu menjalankan usahanya. Disamping itu responden juga memberikan alasan penggunaan tenaga kerja juga di latar belakangi oleh faktor konsumen, dengan adanya tenaga kerja akan semakin banyak konsumen yang dapat terlayani, konsumen tidak harus menunggu lama untuk berbelanja.

Sub faktor pola kegiatan usaha yang terakhir adalah lama kerja atau membuka warung. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa setelah adanya minimarket hampir seluruh responden tidak berusaha untuk menambah jam kerja/jam buka warung, hanya ada 3 responden yang membuka warung lebih lama. Hal ini dikarenakan tidak adanya peningkatan pendapatan yang cukup signifikan jika mereka membuka warung lebih lama karena konsumen yang berbelanja relatif tidak bertambah, bahkan ada 1 responden yang justru mengurangi jam kerjanya/tutup
lebih awal karena sepinya pembeli. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah adanya 4 minimarket yang buka 24 jam non stop sehingga perebutan konsumen akan semakin ketat.

4. Persaingan

Persaingan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni persaingan harga, persaingan kualitas dan persaingan variasi barang. Berikut pembahasan masing-masing persaingan. Persaingan yang pertama ialah persaingan harga, persaingan ini merupakan persaingan yang sangat umum terjadi di kalangan pelaku perdagangan.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh diketahui bahwa hampir seluruh responden menjawab terjadi persaingan harga hampir pada semua jenis barang dengan minimarket. Minimarket menawarkan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pedagang kelontong, terutama untuk barang dagangan seperti perlengkapan kosmetik (deodorant, parfum,body lotion, bedak, minyak rambut), susu formula, aneka biskuit, popok, deterjen, minuman ringan dan minyak goreng. Setelah adanya minimarket barang yang tetap masih bisa bersaing dengan minimarket ialah barang-barang eceran misalnya rokok dan sembako (beras dan minyak goreng curah).

Persaingan kedua yang terjadi ialah persaingan kualitas barang. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kualitas barang dagangan baik pedagang kelontong maupun minimarket relatif sama. Hal ini dikarenakan barang dagangan berasal dari produsen yang sama dan merupakan barang asal pabrikan sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya. Selain itu pedagang kelontong juga melakukan pengecekan barang dagangan yang dibelanjakan misalnya pengecekan terhadap masa daluarsa dan segel kemasan, bila ditemukan barang yang tidak memenuhi syarat itu maka pedagang akan menukarkan kembali kepada agen dimana pedagang tersebut berbelanja.

Persaingan terakhir ialah persaingan keberagaman/variasi barang. Konsumen cenderung akan lebih memilih berbelanja ditempat yang memiliki variasi barang yang lebih beragam jika dibandingkan dengan tempat yang barang dagangannya bersifat homogen karena konsumen akan mendapatkan alternatif pilihan terhadap barang yang ingin dibelanjakan sesuai dengan selera atau pun kebutuhan.

Sebelum adanya minimarket sebagian besar responden menjual barang dagangan relatif lebih bervariasi yakni sebanyak 69% namun setelah adanya minimarket terjadi perubahan yang cukup signifikan, sebagian besar responden menjawab jika variasi barang tidak bisa dilakukan, sebab banyak barang yang dulunya laku menjadi tidak laku akibatnya perputaran modal menjadi tersendat sehingga untuk mengatasi hal tersebut saat ini responden hanya menyediakan atau menjual barang-barang yang relatif laku dipasaran (berdasarkan permintaan konsumen).

5. Konsumen

Untuk mengetahui alasan konsumen lebih memilih berbelanja di minimarket, dilakukan wawancara singkat mengenai hal tersebut. Adapun hasil yang diperoleh diketahui bahwa ada empat faktor yang melatarbelakangi konsumen memilih belanja di minimarket, yakni : Harga yang relatif lebih murah, kualitas barang lebih baik, barang yang lebih bervariasi sehingga memiliki banyak alternatif pilihan yang sesuai dengan kebutuhan, kenyamanan dalam berbelanja (pelayanan, ketersediaan sarana yang memadai seperti tempat parkir, ruang AC)

6. Pendapatan yang diterima sebelum dan setelah adanya minimarket

Hasil penelitian terhadap pendapatan yang diterima oleh pedagang kelontong sebelum dan setelah adanya minimarket. Keberagaman penurunan pendapatan tersebut disamping disebabkan oleh adanya minimarket juga disebabkan oleh keberadaan warung kelontong lain yang juga menjadi pesaing dengan jarak yang relatif berdekatan. Responden dengan pengaruh penurunan pendapatan terbesar ialah sebesar 75 %, hal ini disebabkan karena persaingan yang terjadi cukup ketat, di samping bersaing dengan minimarket yang hanya berjarak 1 km, kerapatan warung kelontong di wilayah ini memang cukup padat, setidaknya ada 2 warung
kelontong serupa yang ada di dekat warungnya.

Hanya ada 3 responden yang tingkat pendapatannya stabil /tidak terpengaruh. Tiga responden tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan responden lain yang tingkat pendapatannya turun. Keunggulan tersebut berupa keunggulan lokasi warung dan keunggulan pada pelayanan , responden dengan lokasi warung kelontong yang strategis berada di pinggir jalan raya I Gusti Ngurah Rai Buaran I ditambah warung kelontongnya berada dekat dengan sebuah sekolah menengah atas sehingga jumlah konsumen yang berbelanja di warung kelontong mereka relatif stabil walaupun setelah adanya minimarket sedangkan 2 responden yang memiliki keunggulan pelayanan memiliki inovasi yang tidak dimiliki oleh warung kelontong lain, responden ini melakukan layanan pesan antar gratis bagi produk air mineral galon dan gas baik gas berukuran 3 kg maupun gas berukuran 12 kg, menurut responden ini penjualan kedua produk tersebut lebih menguntungkan dibandingkan dengan penjualan produk – produk lain seperti sembako, makanan instan, dll dimana pada sebagian besar warung kelontong lain produk tersebut menjadi komoditi utama untuk diperjualbelikan.

Sebelum adanya minimarket pendapatan rata-rata per hari pedagang kelontong adalah sebesar Rp. 114.000. Sedangkan setelah adanya minimarket, pendapatan rata-rata perhari pedagang kelontong adalah sebesar Rp. 74.000. Hal ini berarti menunjukkan setelah adanya minimarket pendapatan rata-rata perhari pedagang kelontong mengalami penurunan yaitu sebesar Rp. 40.000 atau turun sebesar 36 % jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata per hari sebelum adanya minimarket. Kemungkinan, sebagian pendapatan rata-rata per hari pedagang kelontong beralih ke minimarket.














Tabel Perbandingan harga barang di minimarket dan toko kelontong
No.
Nama Barang
Di Minimarket
Di Toko Kelontong
1
Energen (isi 10)
Rp 12.000
Rp 9.000
2
Minyak goreng 1 Liter
Rp 22.000
Rp 22.500
3
Mie instan
Rp 1.500
Rp 1.300
4
Mizone
Rp 3.400
Rp 3.500
5
Susu Bendera botol cair
Rp 3.000
Rp 4.000
6
Susu cair isi 1 Liter
Rp 12.900
Rp 13.000
7
Susu kaleng
Rp 7.100
Rp 8.500
8
Dancow bubuk 900ml
Rp 30.500
Rp 30.000
9
Pepsodent sedang
Rp 4.900
Rp 5.000
10
Aqua botol sedang
Rp 2.700
Rp 2.000
11
Kopi Good Day isi 5
Rp 4.500
Rp 4.500
12
Aqua gallon
Rp 12.000
Rp 11.500



































Kesimpulan

Menarik kesimpulan dari hasil penelitian di atas, dapat diartikan bahwa peran
minimarket telah secara jelas mengurangi omset toko di sekitarnya. Selain itu banyak sekali
aturan Pemerintah Daerah tentang pendirian minimarket yang dilanggar oleh pemilik
waralaba yang bersangkutan. Hal tersebut akan dibahas di sub materi beikutnya.
Selain data di atas kami membaca komentar lain dari pemilik toko bahwa orang-orang
lebih suka belanja di minimarket karena mereka menyediakan tempat jual beli yang nyaman
dengan air conditioner (AC), keteraturan tata letak produk, banyaknya varian produk, dan
harga yang tidak jauh beda dibandingkan dengan harga di toko biasa.
Pelanggan tidak begitu memperdulikan selisih harga tersebut jika dibandingkan
dengan pelayanan yang mereka dapatkan saat berbelanja di minimarket. Alhasil, toko
kelontong akan kalah bersaing dan kehilangan konsumen. Pola pendirian minimarket yang
menyebar dan tidak memperdulikan peraturan Pemda yang dicanangkan membuat
minimarket telah mampu memakan kelangsungan bisnis toko di sekitarnya.
Apalagi untuk beberapa produk kebutuhan sehari-hari minimarket telah mampu
menekan harga jual sehingga mampu lebih rendah dari toko kelontong. Hal tersebut karena
para minimarket memiliki pusat grosir yang jelas bagi produk mereka. Mereka juga telah
bekerja sama dengan pabrik grosir untuk mengatur supply produk mereka. implikasinya,
untuk beberapa produk minimarket mampu menjual dengan harga yang relative lebih rendah
dibanding toko kelontong.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan setelah adanya minimarket terhadap pendapatan pedagang kelontong, pengaruh negatif tersebut berupa penurunan pendapatan pada hampir semua pedagang yang disebabkan karena pedagang kelontong tidak mampu bersaing dengan minimarket dalam hal harga dan variasi/keberagaman barang dagangan karena jarak keduanya cukup berdekatan. Hal ini membuat jumlah konsumen yang berbelanja di warung kelontong mengalami penurunan. Dampak lain dari keberadaan minimarket terhadap pedagang kelontong adalah berkurangnya keuntungan yang berakibat dari makin sedikitnya jumlah modal yang dapat dikumpulkan. Pendapatan rata-rata pedagang kelontong sebelum adanya minimarket adalah sebesar Rp. 114.000 (seratus empat belas ribu rupiah). Sedangkan setelah adanya minimarket, pendapatan rata-rata harian mereka adalah sebesar Rp. 74.000 (tujuh puluh empat ribu rupiah). Ini berarti terjadi penurunan pendapatan pedagang kelontong setelah adanya minimarket sebesar Rp. 40.000.









Daftar Pustaka
Abduracchman, A. 1991. Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan Perbankan. Pradnya Paramitha : Jakarta
Abdurrahmat. 1997. Geografi Ekonomi. FPIPS IKIP Bandung : Bandung
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta
BPS. 2010. Sensus Penduduk Propinsi DKI Jakarta : Jakarta
BPS. 2005. Indikator Kesejahteraan Rakyat : Jakarta
Daldjoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa. Alumni : Bandung
Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Balai Pustaka : Jakarta
Djojodipuro, Marsudi.1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta
Gilarso, T. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Kanisius : Yogyakarta
Kadariah. 1993. Analisa Pendapaan Nasional. Bina Aksara : Jakarta
Rosli, Abu Bakar. 1995. Pengantar Pemasaran. Percetakan IKIP : Jakarta
Rosyidi, Suherman. 1995. Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT Rajagrafindo Persada : Jakarta
Peraturan Presiden No 112 Tahun2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisoinal, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Bab I Pasal I Poin 15 No 44 Tahun 2003 tentang petunjuk pelaksanaan perpasaran swasta
Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha Minimarket Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005
Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha Minimarket Kecamatan Duren Sawit tahun 2009
Laporan Pendataan UKM Kelurahan Klender tahun 2010
Sumber Internet: Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha. 2004. Kajian Usaha Dalam Industri Retail, diakses pada tanggal 3 Februari 2011 pukul 20.00 WIB dari
,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar