PENGARUH BISNIS RETAIL : KEBERADAAN MINIMARKET TERHADAP
PENDAPATAN PEDAGANG KELONTONG DIKELURAHAN KLENDER KECAMATAN DUREN SAWIT JAKARTA
TIMUR
Nama : Andini Predita Sari
NPM : 20213898
Kelas : 1EB18
Daftar Isi
Cover ..............................................................................................................1
Daftar Isi
.........................................................................................................2
Pendahuluan
Latar Belakang
...................................................................................3
Pembahasan
....................................................................................................4
Kesimpulan .....................................................................................................9
Daftar Pustaka
................................................................................................10
Pendahuluan
Latar Belakang
Perdagangan eceran (retail) merupakan perdagangan yang
sangat strategis di Indonesia, karena mampu menyerap tenaga kerja setelah
sektor pertanian. Jenis perdagangan retail terbagi dua, yakni retail
tradisional yang secara langsung diwakili oleh warung kelontong yang berada di
pasar tradisional maupun perumahan dan retail modern yang diwakili oleh
supermarket dan minimarket seperti Indomart,
Alfamart, Circle, Alfamidi,dan minimarket yang mengusung merek
lokal/perseorangan. Penyebaran usaha minimarket ini sudah mencapai
daerah-daerah pinggiran dengan dominasi pemain mapan, misalnya Indomart dan
Alfamart. Jumlah minimarket yang semakin bertambah dari waktu ke waktu
menyebabkan persaingan akan semakin ketat. Di satu jalan misalnya, dapat kita
jumpai terdapat dua minimarket dengan jarak hanya beberapa meter bahkan tidak
jarang saling berhadaphadapan. Sebagaimana yang kita ketahui dalam perdagangan
manapun pasti kita akan menemukan persaingan di dalamnya, tidak terkecuali
perdagangan retail, namun persaingan antara minimarket dengan pedagang
kelontong ini cenderung tidak seimbang sehingga berpotensi menurunkan
pendapatan bahkan mengancam keberlangsungan usaha warung kelontong karena para
pedagang memiliki banyak keterbatasan dalam menjalankan usahanya.
Kotamadya Jakarta Timur merupakan sebuah kota
administratif di Propinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 1.368.857 juta jiwa (Badan
Pusat Statistik, 2010), hal ini diikuti dengan jumlah minimarketnya yang juga
cukup banyak, berdasarkan data dari Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha
Minimarket Kotamadya Jakarta Timur tahun 2009 tercatat jumlah minimarket yang
berada di kawasan ini berjumlah 235 buah, dimana kecamatan yang paling banyak
minimarketnya ialah di Kecamatan Duren Sawit yakni berjumlah 46 minimarket.
Kelurahan dengan jumlah minimarket terbanyak juga berada di kecamatan ini yakni
di Kelurahan Klender yang berjumlah 11 minimarket.
Kelurahan Klender terdapat 11 minimarket yang
terdiri dari 5 minimarket Alfamart, 5 minimarket Indomart dan 1 minimarket
milik perseorangan yang bernama Avita Mart. Wilayah terbanyak minimarketnya
ialah pada RW 010 yang berjumlah 3 minimarket di jalan Dermaga Raya dan di
jalan Kampung Sumur, pada RW 013 terdapat 2 minimarket yang berada di jalan
Buaran II, sedangkan pada masingmasing RW 003,004, 006, 007, 014, dan RW 017
hanya terdapat 1 minimarket saja yang masing-masing berada di jalan Pahlawan
Revolusi, jalan Bulak Raya, jalan Dermaga Raya, dan jalan Kampung Sumur; Kelurahan
Klender Kecamatan Duren Sawit Kotamadya Jakarta Timur.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
secara empirik apakah terdapat pengaruh keberadaan minimarket terhadap
pendapatan pedagang kelontong di Kelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit
Jakarta Timur pada Bulan Mei – Bulan Juni 2011 Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan survei.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pedagang kelontong yang berada di RW 03, 04, 06, 07, 10, 13, 14 dan 17 yang
berjumlah 86 pedagang (data lapangan, Mei 2011). Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen yang digunakan
pada penelitian ini adalah dalam bentuk kuisioner campuran sebagai pedoman
dalam mewawancarai responden. Data yang terkumpul dari hasil wawancara pada
tiaptiap responden diolah dan dianalisis menggunakan teknik perhitungan persentase
dengan analisa deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
membuktikan adanya penurunan pendapatan para pedagang kelontong setelah adanya
minimarket. Tingkat pendapatan pedagang kelontong relatif lebih kecil setelah
adanya minimarket, sedangkan sebelum adanya minimarket tingkat pendapatannya
lebih tinggi.
Adapun penurunan pendapatan tersebut dapat diukur dari
beberapa faktor yakni faktor pengalaman berusaha, modal usaha, pola kegiatan
usaha, dan persaingan. Selengkapnya akan dibahas satu persatu sebagai berikut :
1. Pengalaman Berusaha
Pengalaman berusaha ialah lamanya seorang pedagang memulai
usahanya. Berdasarkan data penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan
bahwa pengalaman berusaha tidak dapat menjamin kestabilan tingkat pendapatan yang
diperoleh pedagang kelontong setalah adanya minimarket. Hal ini dapat diketahui
dari turunnya pendapatan pada hampir semua responden penelitian, termasuk responden
yang paling lama berjualan yakni selama 31 tahun. Namun, di lain pihak ternyata
ada responden yang pendapatannya tetap/stabil walaupun baru memulai usahanya 3
tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya seorang pedagang kelontong
berjualan tidak menjamin keberhasilan usahanya di masa yang akan datang,
terlebih jika pedagang tersebut tidak dapat bersaing di tengahtengah persaingan
yang semakin ketat dengan adanya minimarket yang semakin banyak dan lokasinya
yang cukup dekat dengan perumahan penduduk.
2. Modal
Modal dibagi menjadi dua yakni modal awal (capital
goods ) dan modal kerja (capital working ). Modal awal merupakan modal
yang dikeluarkan pada saat akan mendirikan usaha seperti pembelian peralatan
dan perlengkapan yang dapat menunjang kegiatan usaha sedangkan modal kerja
ialah modal yang dikeluarkan pada saat usaha warung sudah berjalan
seperti pembelian barang dagangan untuk dijual kembali ke konsumen. Untuk
melihat pengaruh setelah adanya minimarket, maka hanya modal kerja yang dapat
dijadikan tolak ukur, sebab modal awal hanya dikeluarkan sekali yakni pada saat
pendirian usaha warung kelontong sedangkan modal kerja dikeluarkan setiap
persediaan barang dagangan sudah habis.
Berdasarkan data penelitian, maka dapat diketahui bahwa
sebelum adanya minimarket responden dapat mengumpulkan modal yang relatif besar
dengan tingkat pendapatan yang juga relatif besar, namun setelah adanya
minimarket modal yang dapat dikumpulkan menjadi berkurang dan akhirnya tingkat
pendapatan pun ikut berkurang, hal ini menunjukan bahwa dengan hadirnya
minimarket tersebut dapat mengganggu/mengurangi modal yang dimiliki oleh
responden.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar
modal yang dikeluarkan oleh pedagang kelontong untuk berbelanja maka akan
semakin besar pula pendapatan yang diterima begitu pun sebaliknya semakin kecil
jumlah modal yang dikeluarkan maka akan semakin kecil pula pendapatan yang
diterima, artinya terdapat hubungan yang berbanding lurus antara modal dengan
tingkat pendapatan yang diterima.
3. Pola Kegiatan Usaha
Pola kegiatan usaha terdiri dari 3 aspek yakni jarak
antara warung dengan minimarket, penggunaan tenaga kerja, dan jam kerja/lamanya
pedagang membuka warung. Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa
jarak maksimum minimarket dengan warung kelontong responden berjarak 2 km
sedangkan jarak minimumnya 3 meter (saling berhadapan) hal ini tentu akan
membuat persaingan perebutan konsumen di antara keduanya semakin tinggi karena
secara keseluruhan range (jarak yang dibutuhan seseorang untuk mendapatkan
barang kebutuhan, dalam hal ini jarak dengan minimarket) tidak terlalu jauh
sehingga akses konsumen untuk menuju ke minimarket pun relatif mudah dan bahkan
masih memungkinkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki terlebih minimarket
menawarkan keunggulan-keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh warung-warung
kelontong sehingga membuat konsumen cenderung lebih tertarik untuk berbelanja
ke minimarket.
Hasil analisis terhadap jarak antara minimarket dengan
warung kelontong dengan tingkat pendapatan yang diterima oleh pedagang
menunjukkan bahwa penurunan pendapatan yang terjadi tidak selalu berbanding
lurus dengan jarak keduanya. Artinya, warung kelontong dengan jarak yang lebih
dekat dengan minimarket tidak selalu mengalami persentase penurunan pendapatan
yang lebih besar, sebaliknya warung kelontong dengan jarak yang lebih jauh
dengan minimarket juga tidak selalu mengalami persentase penurunan pendapatan
yang lebih kecil.
Setelah adanya minimarket 4 responden yang dulunya
memiliki tenaga kerja lebih memilih untuk merumahkan tenaga kerja tersebut
karena ketidakmampuan untuk membayar gaji seiring dengan menurunnya tingkat
pendapatan. Hanya ada 5 responden tersisa yang masih tetap menggunakan jasa
tenaga kerja. Kelima responden tersebut memiliki warung kelontong yang relatif
lebih besar jika dibandingkan dengan warung kelontong lainnya, sehingga mereka
membutuhkan tenaga kerja untuk membantu menjalankan usahanya. Disamping itu
responden juga memberikan alasan penggunaan tenaga kerja juga di latar
belakangi oleh faktor konsumen, dengan adanya tenaga kerja akan semakin banyak
konsumen yang dapat terlayani, konsumen tidak harus menunggu lama untuk
berbelanja.
Sub faktor pola kegiatan usaha yang terakhir adalah lama
kerja atau membuka warung. Berdasarkan data penelitian dapat disimpulkan bahwa
setelah adanya minimarket hampir seluruh responden tidak berusaha untuk
menambah jam kerja/jam buka warung, hanya ada 3 responden yang membuka warung
lebih lama. Hal ini dikarenakan tidak adanya peningkatan pendapatan yang cukup
signifikan jika mereka membuka warung lebih lama karena konsumen yang
berbelanja relatif tidak bertambah, bahkan ada 1 responden yang justru
mengurangi jam kerjanya/tutup
lebih awal karena sepinya pembeli. Salah satu faktor yang menjadi
penyebabnya adalah adanya 4 minimarket yang buka 24 jam non stop sehingga
perebutan konsumen akan semakin ketat.
4. Persaingan
Persaingan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga
yakni persaingan harga, persaingan kualitas dan persaingan variasi barang.
Berikut pembahasan masing-masing persaingan. Persaingan yang pertama ialah
persaingan harga, persaingan ini merupakan persaingan yang sangat umum terjadi
di kalangan pelaku perdagangan.
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh diketahui
bahwa hampir seluruh responden menjawab terjadi persaingan harga hampir pada
semua jenis barang dengan minimarket. Minimarket menawarkan harga yang relatif
lebih murah dibandingkan dengan pedagang kelontong, terutama untuk barang
dagangan seperti perlengkapan kosmetik (deodorant, parfum,body lotion, bedak,
minyak rambut), susu formula, aneka biskuit, popok, deterjen, minuman ringan
dan minyak goreng. Setelah adanya minimarket barang yang tetap masih bisa
bersaing dengan minimarket ialah barang-barang eceran misalnya rokok dan
sembako (beras dan minyak goreng curah).
Persaingan kedua yang terjadi ialah persaingan kualitas
barang. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas barang dagangan baik pedagang kelontong maupun minimarket relatif
sama. Hal ini dikarenakan barang dagangan berasal dari produsen yang sama dan
merupakan barang asal pabrikan sehingga tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Selain itu pedagang kelontong juga melakukan pengecekan barang dagangan yang
dibelanjakan misalnya pengecekan terhadap masa daluarsa dan segel kemasan, bila
ditemukan barang yang tidak memenuhi syarat itu maka pedagang akan menukarkan
kembali kepada agen dimana pedagang tersebut berbelanja.
Persaingan terakhir ialah persaingan keberagaman/variasi
barang. Konsumen cenderung akan lebih memilih berbelanja ditempat yang memiliki
variasi barang yang lebih beragam jika dibandingkan dengan tempat yang barang
dagangannya bersifat homogen karena konsumen akan mendapatkan alternatif
pilihan terhadap barang yang ingin dibelanjakan sesuai dengan selera atau pun
kebutuhan.
Sebelum adanya minimarket sebagian besar responden
menjual barang dagangan relatif lebih bervariasi yakni sebanyak 69% namun
setelah adanya minimarket terjadi perubahan yang cukup signifikan, sebagian
besar responden menjawab jika variasi barang tidak bisa dilakukan, sebab banyak
barang yang dulunya laku menjadi tidak laku akibatnya perputaran modal menjadi
tersendat sehingga untuk mengatasi hal tersebut saat ini responden hanya
menyediakan atau menjual barang-barang yang relatif laku dipasaran (berdasarkan
permintaan konsumen).
5. Konsumen
Untuk mengetahui alasan konsumen lebih memilih berbelanja
di minimarket, dilakukan wawancara singkat mengenai hal tersebut. Adapun hasil
yang diperoleh diketahui bahwa ada empat faktor yang melatarbelakangi konsumen
memilih belanja di minimarket, yakni : Harga yang relatif lebih murah, kualitas
barang lebih baik, barang yang lebih bervariasi sehingga memiliki banyak
alternatif pilihan yang sesuai dengan kebutuhan, kenyamanan dalam berbelanja
(pelayanan, ketersediaan sarana yang memadai seperti tempat parkir, ruang AC)
6. Pendapatan yang diterima sebelum dan setelah adanya minimarket
Hasil penelitian terhadap pendapatan yang diterima oleh
pedagang kelontong sebelum dan setelah adanya minimarket. Keberagaman penurunan
pendapatan tersebut disamping disebabkan oleh adanya minimarket juga disebabkan
oleh keberadaan warung kelontong lain yang juga menjadi pesaing dengan jarak
yang relatif berdekatan. Responden dengan pengaruh penurunan pendapatan
terbesar ialah sebesar 75 %, hal ini disebabkan karena persaingan yang terjadi
cukup ketat, di samping bersaing dengan minimarket yang hanya berjarak 1 km,
kerapatan warung kelontong di wilayah ini memang cukup padat, setidaknya ada 2
warung
kelontong serupa yang ada di dekat warungnya.
Hanya ada 3 responden yang tingkat pendapatannya stabil
/tidak terpengaruh. Tiga responden tersebut memiliki keunggulan dibandingkan
dengan responden lain yang tingkat pendapatannya turun. Keunggulan tersebut
berupa keunggulan lokasi warung dan keunggulan pada pelayanan , responden dengan
lokasi warung kelontong yang strategis berada di pinggir jalan raya I Gusti
Ngurah Rai Buaran I ditambah warung kelontongnya berada dekat dengan sebuah
sekolah menengah atas sehingga jumlah konsumen yang berbelanja di warung
kelontong mereka relatif stabil walaupun setelah adanya minimarket sedangkan 2
responden yang memiliki keunggulan pelayanan memiliki inovasi yang tidak
dimiliki oleh warung kelontong lain, responden ini melakukan layanan pesan
antar gratis bagi produk air mineral galon dan gas baik gas berukuran 3 kg
maupun gas berukuran 12 kg, menurut responden ini penjualan kedua produk
tersebut lebih menguntungkan dibandingkan dengan penjualan produk – produk lain
seperti sembako, makanan instan, dll dimana pada sebagian besar warung
kelontong lain produk tersebut menjadi komoditi utama untuk diperjualbelikan.
Sebelum adanya minimarket pendapatan rata-rata per hari
pedagang kelontong adalah sebesar Rp. 114.000. Sedangkan setelah adanya
minimarket, pendapatan rata-rata perhari pedagang kelontong adalah sebesar Rp.
74.000. Hal ini berarti menunjukkan setelah adanya minimarket pendapatan
rata-rata perhari pedagang kelontong mengalami penurunan yaitu sebesar Rp.
40.000 atau turun sebesar 36 % jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata
per hari sebelum adanya minimarket. Kemungkinan, sebagian pendapatan rata-rata
per hari pedagang kelontong beralih ke minimarket.
Tabel
Perbandingan harga barang di minimarket dan toko kelontong
|
No.
|
Nama Barang
|
Di Minimarket
|
Di Toko Kelontong
|
|
1
|
Energen (isi 10)
|
Rp 12.000
|
Rp 9.000
|
|
2
|
Minyak goreng 1 Liter
|
Rp 22.000
|
Rp 22.500
|
|
3
|
Mie instan
|
Rp 1.500
|
Rp 1.300
|
|
4
|
Mizone
|
Rp 3.400
|
Rp 3.500
|
|
5
|
Susu Bendera botol cair
|
Rp 3.000
|
Rp 4.000
|
|
6
|
Susu cair isi 1 Liter
|
Rp 12.900
|
Rp 13.000
|
|
7
|
Susu kaleng
|
Rp 7.100
|
Rp 8.500
|
|
8
|
Dancow bubuk 900ml
|
Rp 30.500
|
Rp 30.000
|
|
9
|
Pepsodent sedang
|
Rp 4.900
|
Rp 5.000
|
|
10
|
Aqua botol sedang
|
Rp 2.700
|
Rp 2.000
|
|
11
|
Kopi Good Day isi 5
|
Rp 4.500
|
Rp 4.500
|
|
12
|
Aqua gallon
|
Rp 12.000
|
Rp 11.500
|
Kesimpulan
Menarik kesimpulan dari hasil penelitian di atas, dapat diartikan bahwa
peran
minimarket
telah secara jelas mengurangi omset toko di sekitarnya. Selain itu banyak
sekali
aturan
Pemerintah Daerah tentang pendirian minimarket yang dilanggar oleh pemilik
waralaba yang
bersangkutan. Hal tersebut akan dibahas di sub materi beikutnya.
Selain data
di atas kami membaca komentar lain dari pemilik toko bahwa orang-orang
lebih suka
belanja di minimarket karena mereka menyediakan tempat jual beli yang nyaman
dengan air
conditioner (AC), keteraturan tata letak produk, banyaknya varian produk, dan
harga yang
tidak jauh beda dibandingkan dengan harga di toko biasa.
Pelanggan
tidak begitu memperdulikan selisih harga tersebut jika dibandingkan
dengan
pelayanan yang mereka dapatkan saat berbelanja di minimarket. Alhasil, toko
kelontong
akan kalah bersaing dan kehilangan konsumen. Pola pendirian minimarket yang
menyebar dan
tidak memperdulikan peraturan Pemda yang dicanangkan membuat
minimarket
telah mampu memakan kelangsungan bisnis toko di sekitarnya.
Apalagi
untuk beberapa produk kebutuhan sehari-hari minimarket telah mampu
menekan
harga jual sehingga mampu lebih rendah dari toko kelontong. Hal tersebut karena
para
minimarket memiliki pusat grosir yang jelas bagi produk mereka. Mereka juga
telah
bekerja sama
dengan pabrik grosir untuk mengatur supply produk mereka. implikasinya,
untuk
beberapa produk minimarket mampu menjual dengan harga yang relative lebih
rendah
dibanding
toko kelontong.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
negatif yang signifikan setelah adanya minimarket terhadap pendapatan pedagang
kelontong, pengaruh negatif tersebut berupa penurunan pendapatan pada hampir
semua pedagang yang disebabkan karena pedagang kelontong tidak mampu bersaing
dengan minimarket dalam hal harga dan variasi/keberagaman barang dagangan
karena jarak keduanya cukup berdekatan. Hal ini membuat jumlah konsumen yang
berbelanja di warung kelontong mengalami penurunan. Dampak lain dari keberadaan
minimarket terhadap pedagang kelontong adalah berkurangnya keuntungan yang
berakibat dari makin sedikitnya jumlah modal yang dapat dikumpulkan. Pendapatan
rata-rata pedagang kelontong sebelum adanya minimarket adalah sebesar Rp.
114.000 (seratus empat belas ribu rupiah). Sedangkan setelah adanya minimarket,
pendapatan rata-rata harian mereka adalah sebesar Rp. 74.000 (tujuh puluh empat
ribu rupiah). Ini berarti terjadi penurunan pendapatan pedagang kelontong
setelah adanya minimarket sebesar Rp. 40.000.
Daftar Pustaka
Abduracchman, A. 1991. Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan
Perbankan. Pradnya Paramitha : Jakarta
Abdurrahmat. 1997. Geografi Ekonomi. FPIPS IKIP Bandung :
Bandung
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta
BPS. 2010. Sensus Penduduk Propinsi DKI Jakarta : Jakarta
BPS. 2005. Indikator Kesejahteraan Rakyat : Jakarta
Daldjoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa. Alumni :
Bandung
Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Balai Pustaka : Jakarta
Djojodipuro, Marsudi.1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta
Gilarso, T. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro.
Kanisius : Yogyakarta
Kadariah. 1993. Analisa Pendapaan Nasional. Bina Aksara :
Jakarta
Rosli, Abu Bakar. 1995. Pengantar Pemasaran. Percetakan
IKIP : Jakarta
Rosyidi, Suherman. 1995. Pengantar Teori Ekonomi :
Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT Rajagrafindo Persada :
Jakarta
Peraturan Presiden No 112 Tahun2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisoinal, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta Bab I Pasal I Poin 15 No 44 Tahun 2003 tentang petunjuk pelaksanaan
perpasaran swasta
Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha Minimarket Kotamadya Jakarta Timur tahun
2005
Laporan Pendataan dan Monitoring Usaha Minimarket Kecamatan Duren Sawit tahun
2009
Laporan Pendataan UKM Kelurahan Klender tahun 2010
Sumber Internet: Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha. 2004. Kajian Usaha
Dalam Industri Retail, diakses pada tanggal 3 Februari 2011 pukul 20.00 WIB
dari
,
