Kelompok 4 :
- Andini Predita Sari (20213898)
- Budi
Setianto (21213808)
- Ester
Valentin (22213984)
- Iin
Indah Sari (24213226)
- Lukhlu
Rafika (25213052)
- Puput
Rahayu (26213951)
- Saulina
Bernadet (28213319)
- Tiara
Eka Wahyu Pratiwi (28213890)
KASUS “RADEN MOTOR DAN
BRI CABANG JAMBI”
Selasa,
18 Mei 2010, KOMPAS
Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit macet BRI
Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo
sejak 14 April 2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret
siapa tersangkanya, hingga ke meja hijau (Pengadilan).
Awal
mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan
mengagunkan 36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100
miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa
tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut ditujukan untuk
pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas
dan perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun,
Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan,
sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada
penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana pinjaman kredit
sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD Raden
Motor.
Berkaitan
dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun,
untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan
oleh Raden Motor. Akhirnya Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak
pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan
aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang
ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.
Akhirnya
Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad ) dan
beberapa orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair
dipergunakan untuk kepentingan lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana
dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman,
pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan status
kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang
diberikan kepada PT Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan,
adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan
kerugian negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya
pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima
kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi
konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak
intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan
UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak
pidana korupsi.
Berkaitan
dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka
Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit,
dan pemeriksaan dilanjutkan pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai
tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit
dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya
kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan
untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan
Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI
Cabang Jambi, belum bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah
ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan
bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.
Diduga
karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi
melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan
kasus kredit macet sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual
beli mobil bekas. Demo tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi
berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah
pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan
“dipetieskan” oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008
lalu. Namun hingga kini belum ada pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.
Menurut
Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan
kredit yang diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat
informasi pihak Reden Motor memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak
pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan kredit tersebut,”kata
Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.
Kepala
bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM
Forbes Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak
Kejati Jambi dan kini proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat
pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Effendi Syam, yang saat sudah
bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik
Kejati Jambi.
Penyidik
intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT
RPL Zien Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi, Effendi Siam
dan akuntan publik Biasa Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui
prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor.
Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak
mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Effendi Syam
diperiksa memang mengetahui pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat
waktu pemberian kredit untuk Raden Motor. Ada empat kegiatan data laporan
keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan
dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta
tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan
menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52
miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik
diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan
usaha Perusahaan Raden Motor.
Hal
ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan publik yang di anggap lalai dalam
pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data
laporan keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan
yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan
korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang
terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa
dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat
keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil
pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu
terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam
mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa
Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor
Akuntan Publik ).
Kepala
KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri
mengatakan, Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk
selanjutnya diumumkan akan adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga
menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap agunan debitur itu juga sebagai
syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah
yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,”
ujarnya kepada wartawan.
Di
KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50
persennya berasal dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi
tidak semua agunan yang dilelang laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah
bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi,
Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi.
Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya
dilelang berupaya bagaimana agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga
berupaya mendapatkannya.
Melelang
agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi
salah satu cara untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit
macet. Tidak sedikit, nasabah yang kreditnya macet agunannya berakhir pada
pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari
debitur kepada bank.
Dalam
lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang
hasil lelang masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp
100 juta, sementara agunan terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta
dikembalikan kepada nasabah.
"Adanya
pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan.
“Katanya menegaskan.
Pemimpin
BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI
memilih melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan
sudah ketentuan bahwa, apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang
diagunkan akan dilelang. (Djohan).
Pembahasan
Profesi adalah suatu hal yang harus
dibarengi dengan keahlian dan etika. Kemampuan dan keahlian khusus yang
dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan agar profesi tersebut mampu
bersaing di dunia usaha sekarang ini. Selain keahlian dan kemampuan khusus yang
dimiliki oleh suatu profesi, dalam menjalankan suatu profesi juga dikenal
adanya etika profesi.
Etika Profesi diperlukan agar apa
yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar batas-batas tertentu yang
dapat merugikan suatu pribadi atas masyarakat luas seperti melakukan tindakan
yang menyimpang hukum. Semua profesi dituntut untuk berperilaku etis yaitu
bertindak sesuai dengan moral dan nilai-nilai yang berlaku. Oleh karena itu,
setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Kelompok – kelompok
profesional, seperti akuntan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran
cukup besar dalam dunia bisnis, organisasi sosial maupun lembaga pemerintahan.
Karena seorang akuntan dapat berkarir sebagai auditor pemerintah, auditor
internal, akuntan sektor publik, akuntan keuangan daerah, akuntan manajemen dan
lain-lain.
Akuntan memiliki kode etik perilaku
yang disebut etika profesional. Kode etik tersebut berupaya untuk memastikan
standar kompetensi yang tinggi diantara anggota – anggota kelompok, mengatur
hubungan mereka, dan meningkatkan serta melindungi citra profesi dan
kesejahteraan komunitas profesi. (Simamora, 2002: 44).
Adanya kode etik
kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap
klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Kode etik ibarat
kompas yang menunjukkan arah etika bagi suatu profesi dan sekaligus juga
menjamin mutu profesi itu di mata masyarakat (Yatimin, 2006: 684). Kepercayaan
dari masyarakat inilah yang menjadi alasan perlunya kode etik profesi.
Berkembangnya profesi akuntan, telah mendapat banyak pengakuan dari berbagai
kalangan seperti dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas. Hal ini
disebabkan karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa
akuntan. Meskipun demikian, masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan
terhadap profesi akuntan. Banyak
masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi
akuntan. Di Indonesia, muncul issue yang berkembang
seiring dengan terjadinya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan
publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Pelanggaran etika oleh
akuntan publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian
untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut norma
pemeriksaan akuntan atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
(Mulyadi, 2001: 53), Kode etik
akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
1)
Tanggung
Jawab profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2)
Kepentingan
Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung
jawab kepada publik.
3)
Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
4)
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain
5)
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.
6)
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7)
Perilaku
Profesional
Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8)
Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Analisis
Akuntan Publik dapat dikatakan tidak
bersalah, sepanjang sudah melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan klien
sesuai dengan standar minimal yang disyaratkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
melalui standar professional akuntan publik. Dalam kasus ini, Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada
2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat
dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam
proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Akuntan
publik Biasa Sitepu berdasarkan hasil temuan melakukan kesalahan yaitu tidak
memberikan informasi penting berkaitan dengan kondisi perusahaan, sehingga
pihak BRI selalu pemakai laporan keuangan salah dalam melakukan analisis
kredit.
Dalam
prinsip-prinsip kode etik yang penulis telah jabarkan di pembahasan, Biasa
Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu:
1)
Tanggung
Jawab Profesi
Pada
permasalahan yang terjadi berkaitan dengan kasus kredit
macet Bank BRI Cabang Jambi pada tahun 2010, Akuntan publik
tersebut tidak melakukan tanggung jawabnya secara professional hal ini
dikarenakan akuntan publik tersebut tidak menjalankan tugas profesinya dengan
baik yang berkaitan dalam hal pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor
untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi
pada tahun 2009, sehingga dengan terjadinya kasus tersebut menimbulkan suatu
dampak yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap
akuntan publik menjadi hilang.
2)
Kepentingan
Publik
Seorang
akuntan hendaknya harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Dalam kasus ini, pihak akuntan publik Raden
Motor telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan
mereka semata. Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik
(raden motor) dikarenakan melakukan kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan
Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan tidak membuat laporan
mengenai empat kegiatan.
3)
Objektivitas
Dalam
kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara
melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual dengan melakukan kecurangan
dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan Raden Motor.
4)
Perilaku
Profesional
Dalam kasus ini,
Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan laporan
keuangan palsu sehingga menyebabkan reputasi profesinya buruk dan dapat
mendiskreditkan profesinya. Pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan
keuangan Raden Motor serta keterkaitan pihak intern BRI Cabang Jambi yang
pada saat itu menjabat sebagai penilai pengajuan kredit telah
berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan yang
buruk. Bukan hanya itu saja, citra kinerja profesionalisme dari
seorang akuntan publik juga dapat merusak reputasi mereka selaku
akuntan serta dapat merugikan bagi pihak-pihak yang terkait dalam kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi. Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
5)
Integritas
Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak
dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan
(conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan
kepentingan pribadi dari akuntan publik itu.
6)
Standar
Teknis
Dalam kasus ini, Akuntan Publik tidak menjalankan
etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
- Independensi,
integritas, dan obyektivitas
- Standar
umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung
jawab kepada klien
- Tanggung
jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung
jawab dan praktik lain
Referensi
· Amrizal.
2014 . Analisis Pelanggaran Kode Etik
Profesi Akuntan Publik di Indonesia.
Jurnal
Liquidit Vol.3 No.1, Januari – Juni 2014, hlm 36-43.