Selasa, 21 April 2015

HUKUM PERIKATAN




   A.            Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam Bahasa Belanda disebut verbintenissenrecht. Perikatan adalah hubungan hukum di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satuberhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Pengertian Hukum Perikatan menurut beberapa ahli hukum :
1.      Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Perjanjian, (bahasa Belanda: het verbintenissenrecht). Jadi, verbintenissenrecht oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian, bukan hukum perikatan.
2.      R. Subekti tidak menggunakan istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatan sesuai dengan judul Buku III KUH Perdata tentang perikatan. Dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata,  R.Subekti menulis perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, yang memuat tentang perikatan :
a)      Persetujuan atau perjanjian;
b)      Perbuatan yang melanggar hukum;
c)      Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarnemiing)
Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecth. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena :
a)      Perjanjian kontrak, dan
b)      Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Maka timbul suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak, yang disebut dengan perikatan. Jadi hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka.

   B.            Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum berdasarkan KUH Perdata :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
Dibagi menjadi 2, yaitu :
a)      Perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya : kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
b)      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah)
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
  
   C.           Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Cara ini dikatakan sistem terbuka karena dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2.      Asas Konsensualisme
Artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Syarat sahnya suatu perjanjian :
a)      Kata Sepakat antara Pihak yang Mengikatkan Diri
Maksudnya adalah para pihak yang mengadakan perjanjian harusbsaling setuju dan saling sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian tersebut. Kata sepakat dapat dibatalkan jika terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan, dan kekhilafan.
b)      Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Maksudnya adalah para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampunan.
c)      Mengenai Suatu Hal Tertentu
Maksudnya adalah yang di janjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
d)     Suatu sebab yang Halal
Maksudnya adalah perjanjian harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, yaitu jika salah satu pihak tidak dipenuhi maka pihak yang lain sapat meminta pembatalan (canceling). Pasal 1454 KUH Perdata disebutkan jangka waktu permintaan pembatalan perjanjian dibatasi hingga lima tahun, sedangkan dua syarat yang lain dinamakan syarat-syarat objektif, yaitu jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada (null and void).
Dua bagian dari suatu perjanjian dibedakan menjadi :
1)      Bagian Inti (Ensensial)
Bagian ini sifatnya harus ada di dalam perjanjian, sifat ini yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
2)      Bagian Bukan Inti
Terdiri dari :
·         Naturalia : sifat yang dibawa oleh perjanjian.
·         Aksidentialia : sifat yang melekat secara tegas.
Persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak atau karena alasan-alasan oleh undang-undang yang dinyatakan cukup untuk itu. Dengan kata lain persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik (tegoeder trouwlin good faith).

   D.            Hapusnya Perikatan 
10 (sepuluh) Kriteria-kriteria penghapusan suatu perikatan, sebagai berikut :
         1.         Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
         2.         Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
         3.         Pembaharuan utang;
         4.         Perjumpaan utang atau kompensasi;
         5.         Percampuran utang;
         6.         Pembebasan utang;
         7.         Musnahnya barang yang terutang;
         8.         Batal/pembatalan;
         9.         Berlakunya suatu syarat batal;
       10.       Lewat waktu.




Sumber:
Neltje F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta.

Kartika Sari, Elsi, S.H., M.H. dan Advendi Simanunsong, S.H., M.M. 2005. Hukum Dalam Ekonomi Edisi Revisi II. Jakarta: Grasindo.